Berita

Bisnis Thrifting, Peluang Besar yang Kini Dilarang

Sumber: lokalsupportlokal.id

Menurut kamus Cambridge, thrift berarti hati-hati dalam menggunakan uang, terutama untuk menghindari pemborosan. Sederhananya adalah hemat. Thrifting adalah kegiatan belanja barang-barang bekas seperti pakaian, barang pecah belah, dan furnitur dengan tujuan mendapat harga yang lebih murah.

Istilah thrifting berasal dari bahasa Inggris dari kata thrift. Merujuk situs Vocabulary, kata thrift atau thrifting sendirinya artinya hemat atau penghematan. Pengertian ini mengacu pada perilaku hemat terhadap uang yang dikeluarkan. Misalnya seperti berbelanja produk yang lebih murah. Pengertian tentang thrifting juga mengarah pada kegiatan berbelanja produk bekas, yang dinilai memiliki harga yang lebih murah, sehingga dianggap lebih hemat. Kegiatan thrifting seperti berbelanja produk bekas ini biasanya berupa produk lokal maupun impor.

Melansir situs The Daily Star, istilah thrifting tersebut kemudian menjadi tren di masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia. Aktivitas thrifting biasa dilakukan dengan membeli produk bekas di toko khusus yang menjual produk bekas atau yang disebut thrift shop.

 

Kenapa Bisnis Thrifting Begitu Menguntungkan?

1. Bisa dilakukan meski dengan budget yang kecil

Umumnya mereka yang berbisnis thrift ini akan terjun langsung ke pasar barang bekas untuk memilih dan memilah sendiri barang apa saja yang akan mereka beli. Kamu tentu saja bisa menyontek cara ini untuk meminimalisir pengeluaran dibanding harus membeli stok barang thrift secara online. Tak perlu budget yang besar kamu bisa mendapatkan barang bagus dengan modal sedikit. Kamu pun bisa memilih baju lama milikmu atau keluargamu yang masih layak pakai. Tentu saja hal ini semakin meminimalisir budget-mu bukan?

2. Minim risiko kerugian

Bila kamu merasa beberapa produk yang kamu jual tak kunjung dilirik pembeli padahal stok barangmu masih banyak, kamu dapat meminimalisir kerugianmu dengan cara menjual paket usaha. Paket usaha ini kamu yang menentukan sendiri aturannya. Misalnya kamu akan menjual paket usaha sebesar Rp200 ribu untuk lima buah kemeja dan lain sebagainya. Kemudian kamu pasarkan di akun sosial media tempat biasanya kamu berjualan.

3. Bantu selamatkan bumi dari bahaya pencemaran lingkungan

Industri pakaian merupakan salah satu industri penyumbang polusi terbesar di dunia. Semakin tinggi jumlah pakaian yang diproduksi tentu semakin tinggi pula polusi yang di hasilkan oleh industri. Salah satu cara mengurangi secara sederhananya adalah dengan mulai mengenakan pakaian bekas. Oleh sebab itu, juga mulai banyak thift shop bermunculan.

4. Pemasaran yang mudah

Di zaman yang serba digital ini kemudahan manusia untuk mengakses informasi sudah sangatlah cepat. Selaras dengan itu merebaknya sosial media jelas menjadi ladang pemasaran yang manis bagi kamu pelaku usaha. Kamu dapat mempromosikan apa yang kamu jual di media sosial dan mendatangkan pembeli.

Umumnya mereka yang bergelut di bidang thrift shop acapkali melakukan startegi PFP atau Promote For Promote. Mereka akan saling bertukar konten pemasaran mereka. Selain itu meminta bantuan teman dan kerabat untuk mempromosikan jualanmu di sosial media mereka juga tidak ada salahnya. Kamu cukup siapkan konten yang memuat promosi usaha thfirt-mu saja, lho.

5. Tidak akan sepi peminat

Seiring berkembangnya zaman, budaya thrifting ini semakin digemari. Bila beberapa tahun silam penggemar thrift shop hanya sebatas kalangan tertentu saja, kini budaya tersebut telah bergeser. Peminat thrift shop semakin banyak, lho. Oleh sebab itu, bila kamu ingin memulai bisnis ini kamu tidak perlu khawatir karena usaha ini tidak akan pernah sepi peminat.

Festival Thrifting Terbesar Digelar di Jatim Expo Surabaya (Sumber: tugujatim.id)

Lantas kenapa dilarang?

Larangan soal thrift ini sudah tertulis pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Hal ini tertera pada Pasal 2 ayat 3 yang tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal. Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Hanung Harimba Rachman menilai, praktik thrifting dapat merusak industri tekstil dalam negeri.

Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengecam kegiatan jual beli baju bekas tersebut. Kebijakan mengenai thrifting ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dalam Pasal 47 menyebutkan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan yang baru. Sementara itu, untuk impor barang bekas hanya boleh dalam kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri. Terbaru, peraturan mengenai impor pakaian bekas dari luar negeri tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022. Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tersebut tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam aturan tersebut, pakaian bekas dan barang bekas lainnya termasuk dalam barang larangan impor. Pos tarif atau HS 6309.00.00 dengan uraian Pakaian bekas dan barang bekas lainnya, tertera di bagian IV Jenis kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio menyebutkan, berburu pakaian bekas pakai tidak dilarang, jika pakaian bekas tersebut berasal dari dalam negeri.

“Perdagangan pakaian bekas dalam negeri, selama produk ini berasal dari dalam negeri dan aktivitas perdagangannya di dalam negeri, saya rasa tidak ada masalah,” kata Andry, Sabtu (18/03/2023).

Menurutnya, larangan jual beli pakaian impor bekas ini bukan karena jual belinya menyalahi aturan, melainkan barangnya yang termasuk barang larangan impor dan ekspor.

Di sisi lain, melansir dari laman JatimNetwork.com, alasan larangan impor pakaian bekas adalah sebagai berikut.

  1. Masalah Lingkungan
  2. Berdampak pada UMKM
  3. Jamur atau Masalah Kesehatan
  4. Menerima Sampah dari Negara Lain